Eksistensialisme: gerakan filosofis dan para filsuf utamanya

Eksistensialisme: gerakan filosofis dan para filsuf utamanya
Patrick Gray

Eksistensialisme adalah sebuah aliran filosofis yang muncul di Eropa dan menyebar ke negara-negara lain pada pertengahan abad ke-20.

Dalam alur pemikiran ini, tema utamanya adalah interpretasi manusia dalam hubungannya dengan dunia di sekelilingnya.

Jean-Paul Sartre biasanya menjadi filsuf yang paling diingat ketika berbicara tentang eksistensialisme, karena ia telah berkontribusi besar terhadap penyebaran ide-ide ini pada tahun 1960-an.

Gerakan filosofis eksistensialis

Eksistensialisme menganggap bahwa manusia pada dasarnya bebas dan bahwa sebelum adanya "esensi" apa pun, manusia pada dasarnya sudah ada. Dengan demikian, ini adalah aliran filosofis yang menempatkan semua tanggung jawab pada individu untuk menentukan arah hidup mereka.

Filsafat eksistensialis muncul dalam istilah-istilah ini pada tahun-tahun setelah Perang Dunia ke-2. Orang yang bertanggung jawab menciptakan istilah ini adalah filsuf Prancis Gabriel Marcel (1889-1973).

Namun, cara pandang terhadap dunia dan individu ini sudah ada dalam karya-karya intelektual yang lebih tua, seperti Søren Kierkegaard dari Denmark, Friedrich Nieztsche dari Jerman, dan juga penulis Rusia, Fyodor Dostoyevsky. Selain itu, pendekatan ini juga diilhami oleh pendekatan lain, yaitu pendekatan fenomenologi .

Lihat juga: Semua tentang Pietà, mahakarya Michelangelo

Dapat dikatakan bahwa eksistensialisme lebih dari sekadar "gerakan" filosofis, melainkan sebuah "gaya pemikiran", karena para penulisnya tidak secara tepat mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan istilah tersebut.

Ada banyak ide dan tema yang dibahas oleh para intelektual ini, mulai dari kesedihan, kebebasan, kematian, hal yang tidak masuk akal, dan bahkan kesulitan dalam berhubungan.

"Puncak" eksistensialisme dianggap terjadi pada tahun 1960-an, ketika filsuf Prancis Jean-Paul Sartre dan Simone de Beauvoir sangat memengaruhi pemikiran Prancis.

Sartre bahkan bertanggung jawab atas publikasi pada tahun 1945 dari L'Existentialisme est un humanisme eksistensialisme adalah sebuah humanisme", sebuah buku yang menguraikan dasar-dasar gerakan ini.

Filsuf eksistensialis utama

Søren Kierkegaard (1813-1855)

Kierkegaard adalah seorang intelektual, filsuf, dan teolog Denmark pada paruh pertama abad ke-19.

Dia dianggap sebagai pelopor "eksistensialisme Kristen." Dia percaya bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan tanggung jawab penuh atas tindakan mereka, mengingkari gagasan tentang jiwa yang abadi.

Orang-orang meminta kekuatan kata untuk mengimbangi kekuatan pikiran bebas yang mereka hindari (Kierkegaard).

Martin Heidegger (1889-1976)

Heidegger lahir di Jerman dan merupakan seorang filsuf penting yang meneruskan gagasan Kierkegaard.

Dia memicu pemikiran tentang gagasan tentang "menjadi" Penelitiannya adalah tentang manusia, siapa dia dan apa yang dia inginkan. Dengan cara ini, Heidegger meresmikan kepedulian filosofis baru, yang lebih fokus pada eksistensi itu sendiri.

Kematian bukanlah sebuah peristiwa; kematian adalah sebuah fenomena yang harus dipahami secara eksistensial (Heidegger)

Friedrich Nieztsche (1844-1900)

Pemikir ini lahir di Prusia, sekarang Jerman, dan memiliki dampak besar pada pemikiran para filsuf masa depan.

Filosofi yang dipaparkan olehnya memerangi gagasan tentang Tuhan dan moralitas Kristen. Dia juga mengusulkan pembaharuan nilai-nilai sosial dan budaya. Dia mengembangkan konsep "Superman" ( Übermensch ), yang berpendapat bahwa ada model manusia yang ideal untuk diikuti.

Dia juga berbicara tentang apa yang dia sebut "transvaluasi nilai", di mana dia mempertanyakan nilai-nilai, prinsip, dan keyakinan manusia.

Apa pun yang bukan milik kehidupan adalah ancaman baginya (Nieztsche)

Albert Camus (1913-1960)

Lahir di Aljazair saat berada di bawah kekuasaan Prancis, Albert Camus menjadi filsuf yang dijuluki sebagai eksistensialis, meskipun ia menolak label tersebut.

Garis pemikirannya mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang absurditas kondisi manusia, mencari makna untuk kelanjutan eksistensi dalam konteks yang "mustahil secara manusiawi".

Dalam salah satu karyanya yang terkenal, Mitos Sisyphus katanya:

Hanya ada satu masalah filosofis yang sangat serius: bunuh diri. Untuk menilai apakah hidup ini layak untuk dijalani atau tidak, berarti menjawab pertanyaan mendasar dari filsafat.

Jean-Paul Sartre (1905-1980)

Filsuf ini lahir di Prancis dan ide-ide eksistensialisnya memiliki dampak besar pada masyarakat pada masanya.

Sartre adalah nama besar dalam aliran filsafat ini, yang mempengaruhi dan mengubah nilai-nilai moral, terutama di kalangan pemuda Prancis setelah Perang Dunia Kedua.

Neraka adalah orang lain (Sartre)

Perdalam pengetahuan Anda dengan membaca: Sartre dan eksistensialisme.

Simone de Beauvoir (1908-1986)

Dia adalah seorang filsuf dan aktivis Prancis dan anggota kelompok intelektual eksistensialis. Dia menggunakan arus pemikiran ini untuk mempertahankan perspektif baru tentang kondisi feminin.

Dia dikaitkan dengan frasa yang terkenal itu:

Seseorang tidak terlahir sebagai wanita, melainkan menjadi wanita.

Lihat juga: Bluesman, Baco Exu do Blues: analisis terperinci dari album

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemikir ini, baca: Simone de Beauvoir: biografi dan karya-karya utama




Patrick Gray
Patrick Gray
Patrick Gray adalah seorang penulis, peneliti, dan pengusaha dengan hasrat untuk mengeksplorasi titik temu antara kreativitas, inovasi, dan potensi manusia. Sebagai penulis blog "Culture of Geniuses", dia bekerja untuk mengungkap rahasia tim dan individu berkinerja tinggi yang telah mencapai kesuksesan luar biasa di berbagai bidang. Patrick juga ikut mendirikan perusahaan konsultan yang membantu organisasi mengembangkan strategi inovatif dan menumbuhkan budaya kreatif. Karyanya telah ditampilkan di berbagai publikasi, termasuk Forbes, Fast Company, dan Entrepreneur. Dengan latar belakang psikologi dan bisnis, Patrick menghadirkan perspektif unik dalam tulisannya, memadukan wawasan berbasis sains dengan saran praktis bagi pembaca yang ingin membuka potensi mereka sendiri dan menciptakan dunia yang lebih inovatif.